PENGALAMAN PEDAGOGI DAN ANDRAGOGI

0 komentar


PENGALAMAN PEDAGOGI DAN ANDRAGOGI
Oleh : M. Firman Akbar


Dunia pendidikan memang tidak akan pernah musnah oleh waktu. Kita akan terus berkembang seiring dengan berkembangnya pendidikan. Pendidikan memang salah satu sarana yang paling mencerdaskan manusia. Namun, apakah kita tau pendidikan apa saja yang telah kita lewati sepanjang masa kita belajar?
Di dunia pendidikan ada yang dikenal dengan Pedagogi dan Andragogi.  Dalam pedagogi, siswa sangat tergantung pada guru. Guru mengasumsikan dirinya bahwa ia yang bertanggung jawab penuh terhadap apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya. Guru yang mengevaluasi hasil belajar. Sementara dalam andragogi, siswa belajar mandiri , siswalah yang mengarahkan dirinya untuk belajar apa dan bagaimana. Jadi, siswa yang bertanggung jawab atas belajarnya sendiri bukan guru, guru hanya sebatas fasilitator. Begitu pula dengan evaluasi, siswa perlu diberikan peluang yang cukup besar untuk melakukan evaluasi diri. Selain itu, dalam andragogi siswa disebut sebagai warga belajar.
Berdasarkan pengalaman Pribadi, kebanyakan tingkatan pendidikan menerapkan sistem pedagogi pada masa TK sampai SMA. Hal ini dikarenakan pelajar (siswa) sangat terpaku pada pengajar (guru). Seperti metode ceramah yang diterapkan sebenarnya menekankan pada fungsi penting seorang guru. Murid cenderung terpaku pada apa yang disampaikan oleh guru. Kebenaran dari asumsi yang diberikan pun akan bergantung pada guru. Hal ini disesuaikan karena pada masa itu anak berada pada tahap operasional konkrit khususnya  masa-masa SD dan  SMP walaupun sebenarnya anak mampu menguji kebenaran suatu studi kasus melalui bimbingan guru.
Based on my true story, ketika saya duduk dibangku SD system pengajaran Pedagogi sangat terlihat melalui pengajaran oleh guru. Misalnya ketika guru mengejakan bahan bacaan atau mendiktekan soal-soal ketika ujian. Dalam beberapa pelajaran, keseluruhan kelas dikuasai oleh peran guru. Kelas cenderung satu arah. Seperti mata pelajaran bahasa Indonesia ketika saya duduk di SD. Guru biasa membacakan materi pembelajaran. Untuk praktek, cukup jarang dilakukan. Sama seperti pada saat SMP, walaupun praktek sering dilakukan namun kami para siswa belum dapat mengambil kesimpulan dan menyatakan tingkat kebenaran suatu kasus. Berdasarkan indicator, pembelajaran didasarkan atas kurikulum yang dipakai dan mengikuti program yang telah ada. Ketika duduk dibangku SMA, pedagogi masih diterapkan, namun pembelajaran kearah andragogi juga diterapkann . Misalnya presentasi di depan kelas. Walaupun kami memiliki acuan terhadap pokok bahasan yang akan di bahas, namun disini dituntut juga untuk mencari sumber lain untuk dijadikan sebagai bahan tambahan.
Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan bangku perkuliahan. Di kampus, mahasiswa dituntut untuk belajar mandiri walaupun tetap mengikuti kurikulum yang telah ditetapkan.  Seperti pembelajaran sayadi  psikologi pendidikan 6/6/14. Kami belajar mandiri, dimana kami harus mencari pasangan dari kata kunci yang ada pada masing-masing mahasiswa. Disini kami belajar untuk mandiri, berinteraksi dengan teman-teman yang lain dan belajar memecahkan masalah tanpa bergantung pada dosen sebagai pengajar. Sebenarnya dosen bukan tidak berperan, tetapi melatih mahasiswa untuk bisa belajar dari pengalaman.
sekian pengalaman dari Saya, semoga dapat menginspirasi! J